- Majelis hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman empat tahun
enam bulan penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider kurungan enam
bulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Angelina
Sondakh alias Angie. Hakim menilai, Angie terbukti melakukan tindak
pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima pemberian berupa uang
senilai total Rp 2,5 miliar dan 1.200.000 dollar Amerika dari Grup
Permai.
Selaku anggota DPR sekaligus Badan
Anggaran DPR Angie menyanggupi untuk menggiring anggaran proyek
perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional sehingga dapat
disesuaikan dengan permintaan Grup Permai.
Putusan
ini dibacakan majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko
(ketua), Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander
secara bergantian dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (10/1/2013).
“Menyatakan terdakwa Angelina Patricia Pingkan Sondakh
terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara
berlanjut sebagaimana diancam dan diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP
sebagaimana dakwaan ketiga,” kata ketua majalis hakim Sudjatmiko.
Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa
KPK yang meminta agar Angie dihukum
12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan
kurungan. Putusan ini juga tidak mengharuskan Angie membayar kerugian
negara sesuai dengan nilai uang yang dikorupsinya sebagaimana yang
dituntut oleh jaksa KPK.
Mengenai jumlah uang
yang dianggap terbukti diterima Angie pun berbeda dengan pendapat jaksa.
Menurut majelis hakim, Angie hanya terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar
dan 1.200.000 dollar Amerika, atau sekitar Rp 14,5 miliar. Sementara
menurut jaksa, Angie
terbukti menerima uang senilai total Rp 12,58 miliar dan 2.350.000
dollar AS sepanjang 2010. Hakim juga menilai Angie tidak terbukti
menggiring anggaran proyek wisma atlet SEA Games Kemenpora.
Lamanya masa hukuman Angie yang diputuskan majelis
hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa karena penerapan pasal
yang berbeda. Hakim menilai Angie terbukti melanggar Pasal 11
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1
KUHP, sementara jaksa memilih Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang
ancaman hukumannya lebih berat, maksimal 20 tahun penjara.
Dalam memutuskan perkara ini, majelis hakim juga
mempertimbangkan hal-hal yang dianggap meringankan hukuman Angie. Hakim
menilai Angie bersikap sopan selama persidangan, menjadi orang tua
tunggal yang memiliki tanggungan anak-anak yang masih kecil, masih muda,
serta berjasa mewakili bangsa dan negara dalam forum
nasional maupun internasional.
Sementara hal
yang memberatkan, perbuatan Angie dianggap berpotensi membuka pintu
gerbang tindak pidana korupsi berikutnya, yakni pengaturan
pemenang tender proyek Kemendikas yang anggarannya sudah gol. Selain
itu, perbuatan Angie telah merenggut hak sosial dan eknonmi masyarakat.
“Karena anggaran tidak sepenuhnya digunakan untuk
masyarakat dan selaku anggota DPR tidak memberi teladan kepada
masyarakat, tidak mengakui perbuatannya, dan tidak menyesalinya,” kata
hakim Sudjatmiko.
Fee Lima Persen
Majelis hakim menguraikan, uang Rp 2,5 miliar
dan 1.200.000 dollar AS yang diterima Angie merupakan realisasi atas
janji Grup Permai untuk memberikan fee lima persen dari nilai proyek.
Pemberian fee itu disepakati dalam beberapa kali pertemua Angelina
dengan staf pemasaran Grup Permai, Mindo
Rosalina Manulang.
“Pemberian fee pernah
dibahas saksi Mindo dengan terdkawa dalam beberapa kali pertemuan, di
sepakati fee lima persen. Fee dibayarkan dulu 50 persen saat pembahasan
anggaran, dan 50 persen lainnya setelah DIPA (daftar isian pelaksanaan
anggaran) turun,” kata hakim Hendra.
Adapun
Angelina diperkenalkan kepada Mindo oleh Muhammad
Nazaruddin sekitar Februari-Maret 2010. Saat itu, Nazaruddin masih
menjadi anggota DPR sekaligus bendahara umum Partai Demokrat.
Berdasarkan fakta persidangan, Angie juga dianggap terbukti
memperkenalkan Mindo dengan Sekretaris Dikti Kemendiknas Haris Iskandar.
Perkenalan Mindo dengan Haris tersebut
membuka jalan untuk mengatur universits saja yang akan mendapat jatah
anggaran pengadaan sarana dan prasarana. “Menurut saksi Haris, saat itu
terdakwa Angelina mengatakan, ada tiga sampai empat perguruan tinggi
yang bisa dibantu. Saksi pun bertukar pin BB dengan Mindo dan terdakwa,”
kata hakim Hendra.
Dalam amar putusannya
majelis hakim Tipikor juga menganggap transkri pembicaraan BlackBerry
Messenger (BBM) antara Angie dengan Mindo Rosalina sebagai bukti yang
sah. Transkrip pembicaraan tersebut, menurut hakim, sah menunjukan
adanya permintaan uang oleh Angie kepada Mindo dan menunjukkan
penyerahan uang. “Meskipun penyerahan uang dilakukan secara tidak
langsung, melalui kurir terdakwa, yakni Jefri dan Alex,” tambah hakim
Hendra.
Angie Pikir-pikir
Mendengar putusan ini dibacakan, Angie tampak tenang.
Dia tidak menangis sesenggukan seperti saat membacakan nota
pembelaannya dalam persidangan beberapa waktu lalu. Atas putusan ini,
baik Angie
maupun pengacaranya menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan
banding atau tidak. Demikian juga dengan tim jaksa penuntut umum KPK.
Saat pembacaan vonis ini berlangsung, sejumlah
anggota keluaga Angie tampak hadir di ruang persidangan. Namun tidak
terlihat politikus Partai Demokrat di Pengadilan Tipikor sejak siang
tadi. Seusai pembacaan vonis, keluarga Angie langsung berhamburan
memeluk Putri Indonesia 2001 itu. Tampak di antara kerumunan keluarga,
penyanyi Reza Arthamevia yang juga mantan istri mendiang
suami Angie, Adjie Massaid.
0 komentar:
Posting Komentar